Dahulu kala di sebuah negeri yang bernama Mino hiduplah sebuah keluarga kaya raya. Nama keluarga itu adalah “Sansensa”. Keluarga ini memiliki seorang anak laki-laki yang sudah menginjak usia dewasa dan sudah pantas untuk berumah tangga. Akhirnya Si anak lelaki memutuskan untuk berkelana ke seluruh negeri untuk mencari calon isteri. Dengan ditemani seorang pengawal yang bertugas membawa barang-barang keperluannya, mereka menyamar sebagai pedagang kain keliling. Tujuan utama mereka adalah ke arah barat.
Dalam perjalanan mereka mendengar bahwa di Osaka ada dua orang gadis bersaudara yang cantik rupawan. Namun, di antara ke dua gadis itu, sang kakak lah yang paling cantik. Bergegaslah lelaki tersebut ditemani sang pengawal ke Osaka dan tinggal di sana untuk beberapa lama. Keduanya menyelidiki gadis bersaudara yang terkenal cantik itu. Setelah melihat sendiri, Si pemuda itu tertarik pada sang kakak yang memang terlihat lebih cantik. Penapilannya halus dan lembut.
Merasa telah menemukan calon istri yang tepat, pulanglah pemuda itu. Ia meminta ayahnya melayangkan surat pinangan kepada orang tua gadis itu. Beberapa hari kemudian, keluarga si gadis di Osaka menerima surat pinangan tersebut.
Ternyata kabar itu tidak membuat ibu si putri sulung senang. Ternyata si putri sulung bukanlah anak kandungnya. Gadis itu adalah putri adik kandungnya. Sang ibu lebih senang jika si bungsu yang dilamar. Untuk menggaagalkan rencana perkawinan itu, sang ibu menyuruh si putri sulung pergi ke sebuah pesta bersama teman-temannya. Sang ibu juga meminta si putri menari bersama teman-temannya sebagai ungkapan perpisahan sebelum bepergian jauh.
Rencana sang ibu pun berlanjut. Ia berkata kepada suaminya bahwa putri sulung mereka menari telanjang. Mendengar hal ini sang Ayah pun marah. Karena terpancing oleh pengaduan istrinya, sang ayah menebas kedua tangan putri sulungnya. Sang putri kemudian dibuang ke jurang. Karena kedua tangannya terpotong oleh ayahnya sendiri, sang putri sulung jatuh pingsan. Sang ayah menyangka putri sulungnya telah meninggal. Ia pun pulang ke rumah.
Sang istri membalas surat keluarga Sansensa di Mino dan mengabarkan bahwa putri sulungnya telah meninggal karena sakit. Ia menawarkan pengganti putrinya, yaitu si putri bungsu. Lelaki dari Mino ini menolak tawaran keluarga itu dan mengatakan bahwa ia hanya mencintai putri sulung.
Sementara itu, putri sulung yang jatuh pingsan dengan kedua tangan terpotong memang masih hidup. Dengan langkah tertatih, putri sulung berjalan ke arah timur selama berminggu-minggu. Sampai suatu hari, tibalah ia di depan rumah keluarga Sansensa. Ia melihat rumah itu begitu indah. Lama ia memandangi rumah itu hingga perutnya terasa lapar. Dengan menggunakan mulutnya ia menggapai buah yang ada di depannya. Saat itu datanglah putra pemilik rumah tersebut.
Lelaki muda itu terperanjat. ” Bukankah kau putri sulung dari Osaka ? ” tanyanya terkejut.
” Maafkan saya, Tuan, ” kata sang putri sambil bersimpuh di tanah.
Sang putri kemudian menceritakan kejadian yang dialaminya. Di luar dugaan, ternyata lelaki itu tetap meminta ayahnya agar menikahkannya dengan putri sulung, walaupun kini tanpa lengan. Akhirnya menikahlah keduanya atas restu keluarga Sansensa.
Setelah menikah, suami putri sulung kembali melakukan perjalanan dagang ke Osaka. Ia meninggalkan istrinya yang telah hamil. Suatu hari utusan keluarga ke Osaka membawa surat dari keluarga Mino yang mengabarkan bahwa sang bayi telah lahir. Saat itu sang suami tengah mabuk berat. Datanglah keluarga ibu tirinya. Ibu tirinya mengambil surat itu dan mengubah isi suratnya. Dia menulis, ” buah hatimu telah lahir, wajahnya buruk sekali seperti monster. Tolong berikan nama kepadanya. ”
Keesokan harinya lelaki itu sadar dari mabuknya. Ternyata ia adalah seorang ayah yang baik. Ia membalas surat itu, “meskipun ia berwajah buruk seperti monster, ia tetap buah hatiku yang kucintai “. Surat itu diberikan kepada si utusan untuk segera dikirim kepada keluarganya di Mino.
Sayangnya, dalam perjalanan utusan itu mampir ke kedai minuman milik si ibu tiri. Di kedai itu, utusannya pun mabuk berat. Dan lagi-lagi isi surat itu diubah oleh ibu tiri si putri sulung. Isi surat berubah menjadi, ” karena ia sangat buruk seperti monster, usir ia dan ibunya dari rumah “.
Ayah dan ibu si lelaki itu sangat heran dengan apa yang dipikirkan oleh anak lelakinya itu. Orang tuanya tidak tega mengusir menantu dan cucunya yang baru lahir itu. Dengan memberikan bekal uang yang cukup, akhirnya dengan berat hati ayahnya meminta agar menantu dan cucunya pergi meninggalkan rumah.
Dengan hati sedih, sang putri sulung dan si bayi pergi meninggalkan rumah itu. Karena tak punya tujuan, tibalah ia di dekat sungai. Karena kehausan ia berniat meminum air sungai itu. Tetapi saat ia hendak minum, bayi dalam gendongannya terjatuh ke sungai. Secara refleks lengannya yang telah putus itu mengarah ke bayinya yang nyaris terseret arus sungai. Sebuah keajaiban terjadi. Lengannya yang putus kembali utuh sehingga ia dapat mengambil bayinya yang tercebur ke sungai.
Setelah ia berhasil menyelamatkan bayinya, ia segera mengelap tubuh bayinya dengan kain. Tanpa sengaja ia melihat sebuah patung kayu Kozu Sama yang tidak memiliki lengan sama sekali. Barulah si putri sulung tersadar bahwa patung Kozu Sama itulah yang telah memberikan ke dua lengannya kepadanya. Sang putri pun lalu bersimpuh untuk mengucapkan terima kasih dan akhirnya ia dan bayinya tinggal tak jauh dari sungai itu. Sang putri merawat bayinya dan patung Kozu sama itu.
Beberapa bulan kemudian, putra keluarga Mino kembali ke rumahnya. Ia sangat terkejut mengetahui isi suratnya telah diubah. Dengan segera ia mencari istri dan anaknya hingga tiba di sebuah sungai dengan kedai minuman di tepinya. Ketika ia hendak masuk ke dalam kedai, seorang anak kecil memanggilnya “otoo-chan”. Lelaki itu tersenyum. Ia merasa sedih membayangkan anak itu seusia dengan anaknya yang sedang ia cari.
Tak lama kemudian, dari dalam kedai muncullah si putri sulung. Ketika ia hendak menyediakan teh pada sang tamu, ia menyadari bahwa tamunya adalah suami yang sangat ia cintai. Lelaki itu pun sadar bahwa perempuan di depannya adalah istrinya. Akhirnya pertemuan itu membawa kebahagiaan yang tak terhingga bagi ketiganya. Mereka pun tinggal di tepi sungai itu selamanya.
Nilai moral yang dapat diambil dari Cerita ini adalah bahwa keteguhan hati dan ketabahan akan mendatangkan kebahagiaan di kemudian hari.
Satu dari sekumpulan cerita rakyat dari negeri Sakura, ku ambil dari buku berjudul Jatuh 2x… berdiri 3x… karya Li Shi Guang.
Semoga bermanfaat

-3.668799
119.974053
Menyukai ini:
Suka Memuat...