Kemarin aku lebih banyak berbagi seputar dunia EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), ke depan aku juga ingin berbagi seputar dunia seaweed atau dalam bahasa ibu kita dikenal dengan nama Rumput Laut.
Rumput laut tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, khususnya buat kamu-kamu yang bermukim di wilayah pesisir tentulah sangat kental dengan rumput laut.
Rumput laut telah ada pada kehidupan kita sehari-hari lho. Mulai dari menggosok gigi, memakai shampoo, menikmati es krim dan coklat, memakai pakaian dengan motif dan corak yang beraneka warna, sampai menyemir sepatu, tahukah kamu dari mana asalnya ? Pasta gigi, shampoo, es krim, coklat, bahan pewarna pakaian, semir sepatu, umumnya terbuat dari rumput laut. Meski demikian kamu tahu gak sih Rumput Laut itu seperti apa? Aku yakin kamu sudah sering mendengar bahkan menyebutkannya. hayooo, bentuk dan rupanya seperti coba !!!
Rumput Laut, mengadopsi tafsiran dari kata seaweed yang arti sebenarnya adalah tanaman pengganggu. Meski demikian, tafsiran kata “tanaman pengganggu” itulah yang sebenarnya sangat mengganggu karena rumput laut tidak termasuk rumput (graminae) ataupun tumbuhan pengganggu dari jenis Spermatophyta (tumbuhan tingkat tinggi) yang umumnya tumbuh di darat, dan bukan pula termasuk kelompok seagrasses (lamun).
Rumput laut sebenarnya adalah algae laut (agar-agar atau ganggang), dan termasuk ke dalam kelompok tumbuhan tingkat rendah (Tallophyta).
Rumput laut tumbuh menempel pada bebatuan atau menancap pada substrat pasir di perairan.
Berdasarkan hasil survey tahun 2002 di Indonesia terdapat lebih dari 700 jenis rumput laut, namun yang banyak dikenal dan dibudidayakan saat ini adalah jenis Eucheuma sp. (Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum), dan Gracilaria sp.
Berdasarkan data statistic Perikanan Budidaya, KKP tahun 2010, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki produksi rumput laut basah sebesar 774.026 Ton. Produksi rumput laut Sulawesi Selatan berkontribusi besar terhadap produksi rumput laut nasional, yaitu sebesar 45%. Tak hanya sampai disitu, Sulawesi Selatan juga merupakan produsen rumput laut terbesar setelah Chili di Amerika. Sehingga rumput laut pun telah memberikan sumbangan besar untuk pembangunan ekonomi Sulawesi Selatan, dalam pengentasan kemiskinan dan mengurangi pengangguran.
Sama halnya dengan dunia EMKL, awalnya ini pun sangat terasa asing, bukan hanya di telinga, oleh mata pun belum pernah tampak wujudnya. Hingga di satu ketika, aku berjodoh dengan salah satu daerah penghasil rumput laut di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Takalar. Saat itu aku tergabung dalam tim penilai kinerja hasil penanaman bakau di Pulau Tanakeke . Di atas hamparan permadani biru yang luas membentang itulah mataku menangkap pemandangan yang masih awam bagiku. Hamparan tali membentang berpelampung botol-botol bekas minuman plastic semisal aqua dan sejenisnya. Dan itulah awal pertemuanku dengan rumput laut yang sangat istimewa itu. Sesuatu kata Syahrini. Dan tahukah kamu, seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Itulah yang terjadi padaku. Semakin aku mengenalnya jauh, semakin aku cinta
#bersambung …